Menoro.id – Persidangan perkara dugaan korupsi dengan terdakwa Ngatmisih, eks Kepala Kantor (Kakan) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bangkalan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri surabaya di jalan Raya Juanda Kabupaten sidoarjo. Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangkalan menghadirkan empat saksi. Diantaranya tiga saksi dari P.T. Perkasa Krida Hasta Indonesia (PKHI), yaitu Denny susanto Halim, soleh Yogaswara, dan chaidir. sedangkan satu adalah, Jhonny Malela Marpaung, dari Kantor Jasa Penilai Publik Immanuel, Jhonny, dan Rekan.
Persidangan dipimpin Majelis Hakim yaitu, Hakim Ketua Ferdinand Marcus Leander s.H., M.H., Poster sitorus s.H., M.H., dan Abdul Gani s.H., M.H. Terdakwa Ngatmisih, didampingi Penasihat Hukum sugijanto. Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangkalan menurunkan dua Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fakhri dan Umu Lathiefah. Dalam perkara ini, eks Kakan BPN Bangkalan tahun 2017 diduga korupsi selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah Pembangunan Rest Area atau Parkir Umum di Desa Pangpong dan Desa sukolilo Barat, Kecamatan Labang, kabupaten Bangkalan. Kerugian negara dalam perkara ini sebesar Rp 1 Milyar 278 Juta 900 Ribu.
Sebelum memberikan keterangan, empat saksi di sumpah didepan persidangan dipimpin Majelis Hakim. Saksi Denny susanto Halim mengatakan dalam persidangan, bahwa mengerti dipanggil terkait masalah dugaan pidana korupsi pengadaan lahan di Desa sukolilo Barat yang dimiliki perusahaan. “Adalah lahan yang dimiliki P.T. Perkasa Krida Hasta Indonesia. Sepengetahuan saya, tahun 2016. Ada pembebasan dari BPWs, ada sengketa 9 orang dari 10 bidang,” jelas Denny. Saksi mengetahui permasalahn lahan ini dari BPN. “Dalam perluasan BPWs ada 16 hektar, yang terkena pembebasan sekitar 8 hektar. Sampai saat ini yang saya terima, ganti rugi itu dikonsinyasi,” jelas Denny.
Terkait proses konsinyasi, saksi menyebutkan karena masih ada sengketa lahan. “Konsinyasi Juli 2017, nilai konsinyasi sekitar Rp 39 Milyar. Yang jadi masalah masih ada klaim-klaim,” tambah Denny. Ketika JPU menegaskan terkait total tanah milik P.T. PKHI, Denny menyebut total luas ada 20 hektar dan yang terkena konsinyasi seluas 8 hektar. “sepengetahuan bapak, ada gak nama soeharsono,” Tanya JPU. Saksi mengaku, baru tahu setelah diperiksa di kejaksaan. Terkait ganti rugi atas nama soeharsono, Denny mengaku kurang tahu. Dalam konsinyasi dari BPWs, Denny mengaku mendapat tanah dari P.T. semen Madura atas dasar pembelian kepemilikan saham dan sesuai akta tahun 1984.
Sementara saksi soleh Yogaswara mengatakan, terlibat proses pembebasan tahan sejak tahun 2011. “Tugas saya di 6 desa,” ungkap soleh. saksi menceritakan, meminta tolong kepada pengawas untuk menghadiri dan menyaksikan untuk melihat lokasi yang diklaim masyarakat saat pengecekan di lapangan. “Waku itu, kita cama-cama ke lapangan bersama BPN. Waktu itu ada ibu, tim kami dan pihak desa. Dua hari kemudian, kami bertemu dengan beliau (ibu) di BPN lagi,” jelas soleh. Waktu itu, saksi merasa keberatan dengan proses pengukuran di lapangan terkait sisa tanah yang diklaim masyarakat.
“Waktu itu saya belum bisa memutuskan dan menanda-tangani hasil pengukuran karena bukan kewenangan saya. Kewenangan pihak manajemen di Jakarta, dan sempat berdiskusi dengan ibu. silahkan masyarakat merasa menklaim dan bukti-bukti, silahkan ke pengadilan,” kata soleh. Terdakwa Ngatmisih mengatakan, bahwa BPWs menunjukkan ini batas tanah terkait pengajuan masyarakat yang masuk lahan P.T. PKHI. “saya sebagai pimpinan bertanya, kenapa gak diproses. Alasannya karena masuk di PKHI. Harusnya di ukur dulu biar tahu letaknya dimana,” kata terdakwa. Terkait keterangan soleh, terdakwa membantah ada pertemuan 3 orang tetapi hanya berdua. “Tidak ada pengukuran, dilapangan saya mengecek lokasi dan terus balik ke kantor. Setelah itu gak tahu,” ungkap terdakwa Ngatmisih. (newsroom )
