Menoro.id – Masih adanya kasus stunting di wilayah Provinsi Jawa Timur termasuk Kota Mojokerto, menjadi perhatian pihak Forkooimca Jetis Kabupaten Mojokerto. Melalui inovasi program terobosan yang dinamai ‘Pelita Jetis’, Forkooimca Jetus atensi mengendalikan dan percepatan penurunan angka stunting di wilayah Kecamatan Jetis.
Kecamatan Jetis bersinergi dengan Polsek Jetis dan Danramil Jetis, serta pemerintah desa untuk melakukan pendataan. Kapolsek Jetis Kompol Sumaryanto S.H, mengatakan pihaknya juga telah menugaskan Bhabinkamtibmas dan Polisi RW untuk berkoordinasi dengan stakeholder terkait guna mengecek apakah ada orang tua dan anak yang membutuhkan tambahan gizi.
“Selain kami fokus ke kamtibmas, untuk mendukung program pemerintah dalam penanganan stunting ini kami maksimalkan peran Bhabinkamtibmas dan Polisi RW,” ujar Kompol Sumaryanto. Dalam rilis TPPS Kecamatan Jetis oleh Koordinator PLKB Jetis, Aan Zubaidi S.iP, di wilayah Jetis terdapat ibu hamil 2 orang, baduta 26 anak dan balita 23 anak.
“Jadi jumlah keseluruhan warga Jetis yang perlu diatensi dalam program ini ada 51 warga,” jelas Sumaryanto. Pelita Jetis merupakan akronim dari Peduli Stunting Kecamatan Jetis. Program ini diluncurkan pertama kali di Balai Desa Penompo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, Selasa (12/9/2023).
Kapolsek Jetis sangat mengapresiasi kegiatan ini dan Kecamatan Jetis sudah merangkul semua pihak, untuk bersama-sama mengendalikan dan menurunkan angka stunting di Kecamatan Jetis ini. Sumaryanto menjelaskan ke depannya Indonesia membutuhkan SDM yang cerdas untuk menjadi negara yang besar. Kesempatan membentuk SDM yang cerdas, menurutnya harus diawali dari masa pertumbuhan anak yang waktunya kurang lebih enam tahun sejak lahir.
“Kalau lebih dari itu, maka sudah telat, karena sudah tidak ada perkembangan otak pada anak. Tentu semua ingin anak-anaknya pintar semua. Maka kita harus serius menghadapi stunting ini,” jelas Sumaryanto. Sementara itu Koordinator PLKB Jetis, Aan Zubaidi S.iP, mengatakan anak yang masuk kategori stunting memiliki tingkat kecerdasan 20 persen lebih rendah dibanding anak normal.
Untuk itu penanganan stunting ini dilakukan mulai dari ibu hamil. Ia mengajak seluruh pihak untuk memperhatikan kesehatan dan kebutuhan gizi ibu hamil agar anaknya ketika lahir nanti tidak masuk dalam kategori stunting. “Semua ibu hamil ini harus cukup gizinya, maka ketika melahirkan anaknya nanti, anaknya dalam kondisi semua sehat,” ujar Aan.
Usai lepas ASI eksklusif di usia dua tahun, Aan Zubaidi juga meminta agar para orang tua memperhatikan makanan yang dimakan anak setiap harinya. “Setelah lepas ASI eksklusif, sumber gizi anak sudah tergantung pada makanan. Jadi setiap makan, harus ada zat pembangun, yaitu protein. Jadi setiap makan harus ada telur, ayam, daging, ikan. Itu sebagai sumber proteinnya,” katanya.
Dengan terpenuhinya zat-zat pembangun di masa pertumbuhan anak, maka potensi lahirnya anak stunting akan semakin minim. “Semoga program ini tetap lanjut, karena kedepannya ini setiap hari akan ada ibu-ibu yang hamil, ada anak-anak yang lahir. Ini yang harus kita perhatikan agar terbebas dari stunting,” tutup Aan. (newsroom)