Menoro.id – Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dan eks Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat (PD) Jawa Timur (Jatim) Soekarwo, hadir menjadi saksi dalam persidangan perkara dugaan korupsi Bantuan Keuangan Khusus Bidang Infrastruktur (BKKBI) Kabupaten Tulungagung. Saksi yang akrab disapa Pakde Karwo, dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Persidangan merupakan pengembangan dari OTT KPK terhadap Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, pada 2018 dan selanjutnya menyeret kontraktor asal Blitar, Tigor Prakasa, dengan bendera Kediri Putra yang menguasai proyek infrastruktur di Kabupaten Tulungagung.
Dalam persidangan di pengadilan tipikor pada pengadilan negeri Surabaya ini, dipimpin Hakim Ketua Marper Pandiangan, didampingi Hakim Anggota Poster Sitorus dan Abdul Gani. Sedangkan KPK, menerjunkan empat JPU dalam perkara dengan terdakwa Budi Setiawan. Saat saksi Soekarwo menjabat Gubernur Jatim, terdakwa menjabat Kepala Disperindag, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dan Bappeda Provinsi Jawa Timur.
Ditanya JPU terkait perkara terdakwa Budi Setiawan, Pakde mengatakan, perkara BKKBI di Kabupaten Tulungagung tahun 2014-2018. “Saat Budi menjabat Kepala Bappeda, BPKAD dijabat Jumadi. Sedangkan Fattah Jasin menjabat asisten ekonomi, asistennya Sekda. Sekdanya saudara Sukardi,” kata Soekarwo. Anggota Wantimpres Joko Widodo ini menjelaskan, jadi khusus infrastruktur tetapi menjadi kewenangan Kabupaten Kota berdasarkan undang-undang no 25 tahun 2004 tentang Bappenas.
“Harus dibuat aturan untuk bantuan dari Pemprov Jatim untuk Kabupaten Kota. Caranya pakai musrenbang, bulan April tahun sebelum anggaran yang akan datang. Kami Gubernur menyampaikan kebijakan makro dengan RPJMD, sasaran-sasaran yang akan dibangun seperti apa. Setelah itu, Kabupaten Kota mengirim usulan rencana kerja ke Gubernur, dan disposisi ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang diketuai Sekda,” urai Soekarwo. Dalam surat Sekda Provinsi Jatim tanggal 24 Desember 2014, pagu anggaran tahun 2015 Pemkab Tulungagung mendapatkan anggaran belanja Bantuan Keuangan Khusus Bidang Infrastruktur Rp 174 miliar 580 juta 253 ribu. BK khusus digunakan untuk beberapa program, mulai bantuan pendidikan diniyah dan guru, BOP madin, honorarium kinerja Kepala/Guru TK/PAUD, pengembangan industri dan perdagangan, perikanan dan kelautan, penguatan koperasi, penanganan infrastruktur kebinama-margaan dan pengairan, serta program terpadu TNI Manunggal Membangun Desa.
Dalam TAPD, Sekda selaku ketua dibantu Kepala Bappeda selaku wakil ketua dan Kepala BPKAD selaku sekretaris, dan tidak melibatkan Gubernur secara teknis. Saksi Soekarwo mengatakan, kemudian rencana sistem secara teknis (rasintek) dicocokkan dengan usulan Kabupaten Kota agar tidak tumpang tindih dengan bantuan dari APBN. Setelah disetujui TAPD, kemudian dikirim ke DPRD untuk penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS). “Harus minimal 4 kali proses dan persetujuan tiga menteri. Baru pagu definitif dan penanda-tanganan pakta integritas. Gubernur juga melakukan tanda-tangan pakta integritas,” ujar Pakde Karwo.
Ketika JPU KPK bertanya terkait ajudan saksi, Soekarwo menjelaskan Karsali aktif tentara Mayor CPM dan setiap fungsi ada dua ajudan bergantian. “Apabila ada tamu yang belum janjian, melalui ajudan. Untuk Kapolda terakhir pak Lucky, sebelumnya yang mencalonkan Walikota Surabaya. Pangdam-nya ada pak Wisnu. Kepala Kejaksaan, satu pak Sunarto, pak Maruli, Ketua Pengadilan dari Makassar. Ketua DPRD-nya pak Halim,” ungkap saksi Soekarwo.
Ditanya jaksa, apakah ada uang-uang untuk forkopimda?, saksi mengatakan tidak ada. “Seperti bantuan Rumah Sakit Polda, tetap kita bantu sesuai dengan kemampuan fiskal kita. Prinsip itu, Gus Ipul dan Bu Khofifah maju pilgub menggantikan saya. Tidak ada uang untuk dua orang ini,” ujar eks Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Timur ini. JPU KPK Andy Bernard Desman Simanjutak, mempertanyakan terkait check list, siapa yang menentukan prioritas. Saksi menjawab, program ini dibawah langsung Bappeda dan BPKAD dibantu OPD teknis. “Fungsi Bappeda dan BPKAD dalam TAPD, siapa yang berwenang memverifikasi berkas-berkas,” tanya Bernard. Saksi menjawab, perencanaan di Bappeda dan menjelaskan uang yang jelas di BPKAD.
Saksi juga menguraikan, bahwa tentang Pergub no 13 perlu pembenahan. Saat Hakim Ketua Marper Pandiangan bertanya tentang ada aliran di program bina lingkungan, Soekarwo juga menjawab tidak tahu tentang permasalahan itu karena sekali lagi hubungan kita dengan kelembagaan forkopimda. Terkait pemberian uang cash didalam goddy bag dari Tony Indrayanto sebagai orang suruhan terdakwa Budi Setiawan, melalui ajudan Karsali. Anggota Wantimpres ini mengatakan, tidak tahu dan Karsali tidak melapor.
Di akhir persidangan, JPU KPK membuka data terkait aliran dana ke eks Gubernur Soekarwo dan eks Wakil Gubernur Saifullah Yusuf. Dalam data tersebut, mayoritas aliran dana ke Soekarwo melalui Karsali dan Sugeng serta Bappeda. Besarannya bervariasi, mulai Rp 200 juta, Rp 300 juta, Rp 750 juta, Rp 1 miliar dan Rp 1.5 miliar. Sedangkan aliran dana ke Saifullah Yusuf, yang saat ini menjabat Walikota Pasuruan berasal dari adc Satria, Sugeng dan Kaban. Aliran dana ke Saifullah Yusuf, rata-rata Rp 1 miliar dan ada yang Rp 750 juta. Bernard Simanjutak mengatakan, dalam BKKBI bahwa secara statistik kabupaten-kabupaten mana yang menjadi primadona. “Kabupaten Tulungagung memang salah satu primadona. Tapi setelah kita klarifikasi, tidak pernah ada kajian sesuai pergub. Jadi kenapa Kabupaten ini yang terus-terus dan ada Kabupaten yang tidak terima karena ada unduhan dan mahar. Penentuan dari Bappeda dan BPKAD. Pemeriksaan saksi-saksi kami, yang mengunduh tahu dari dua OPD dan tahapannya kita belum tahu alat bukti apa yang dihadirkan terdakwa,” kata Bernard Simanjutak. (newsroom)