Menoro.id – Persidangan dugaan tindak pidana korupsi Plaza Bangil blok Pendopo memasuki agenda keterangan dari para saksi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Dimas, menghadirkan 10 saksi. Beberapa saksi dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Pasuruan diantranya, Subekti, Hesti, Yuli, Gatot, dan Achsanul Rifa’i. Juga ada saksi dari Satpol PP Kabupaten Pasuruan, Agung Marsudi, dan Dian Prasetya dari BPKAD Kabupaten Pasuruan. Dua saksi lainnya dari BPN, Ahmad Syafi’I dan Ahmad Zaenuri, sedangkan saksi Khoirul Anam tidak hadir.
Persidangan dibagi dua sesi, pertama para saksi dari Disperindag Pemerintah Kabupaten Pasuruan. Majelis Hakim dipimpin Hakim Ketua, Darwanto, sedangkan terdakwa Abdul Rozak yang menggunakan kursi roda didampingi Penasihat Hukum (PH) DR. Soehartono, dan Hilmy F. Ali S.H., M.H., C.IA., C.T.L. Kepada Majelis Hakim, saksi Hesti selaku Kasubbag Keuangan Disperindag menjelaskan, ada masalah terkait Plaza Untung Suropati khususnya di blok Pendopo. “Saya masuk Disperindag sejak tahun 2019 sebagai Kasubbag Keuangan dan dilaporan keuangan ada tunggakan di blok Pendopo. Tunggakan pembayaran Plaza dari tahun 2013 hingga saat saya menjabat di Disperindag,’ jelas Hesti.
Terkait pemakaian kekayaan aset negara, Hesti menyebutkan kewajiban setiap pengguna harus menyetor ke kas daerah. ‘Kalau khusus Pendopo, kemarin diatas Rp 200 juta. Di Plaza lebih dari Rp 2 M. Informasi dari teman-teman. di blok Pendopo ada pengelola pak Rozak. Saya dengan pak Rozak baru tahu hari ini, tahu namanya Abdul Rozak,’ ungkap Hesti. ketika JPU Dimas bertanya sejak kapan Plaza Bangil itu punya Pemda, Hesti menjawab sejak tahun 2012 dan tahun 2013 harus kembali ke Pemda menjadi aset daerah. ‘Harusnya 2013 sudah menjadi milik Pemda. HGB-nya 20 tahun jadi mulai 1992. Terakhir ada 24 atau 25 kios di blok Pendopo berdasarkan appraisal sejak 2013 dan diperbarui tahun 2020 untuk menghitung sewa atas pemakaian kekayaan aset daerah,’ ujar Hesti.
Harga sewa kios di blok Pendopo bervariasi, mulai Rp 1 juta 500 ribu, Rp 2 juta, Rp 3 juta dan tertinggi Rp 6 juta. Hesti menambahkan, harga sewa blok Pendopo per tahun Rp 91 juta 894 ribu pada tahun 2013 dan tahun 2020 sama. Dalam fakta persidangan, hingga saat ini tidak ada setoran yang masuk ke kas daerah. Terkait tindakan, Hesti mengaku sudah ada SKRD yang diterbitkan diawal tahun sebagai upaya Disperindag. Hesti mengaku sudah melakukan wawancara dengan pengguna kios di blok Pendopo,dan diketahui pengguna kios sudah menyetor sejumlah uang kepada terdakwa Abdul Rozak. Sementara saksi Subekti yang pernah menjabat Kasi Retribusi Pendapatan dan Pemanfaatan Pasar, dan sejak tahun 2021 menjabat Plt Kepala UPT Pasar menaungi seluruh pasar dan Plaza Bangil termasuk blok Pendopo.
Bekti mengungkapkan bahwa di Plaza Bangil sudah muncul piutang dan SKRD terkait obyek-obyek di Plaza Bangil. ‘Terkait yang di pasar, khususnya di Plaza menjadi aset kembali pada tahun 2013. Setahu saya, pihak ke-3 di site plan,” ujar Bekti. JPU juga menyebut PT. Nasional Indotama, PT. Sindu dan PT. Emosi, Bekti mengaku tidak tahu, hanya mengetahui di dokumen penyerahan aset ke Disperindag. ‘Itu pihak ke-tiga rekanan Pemda waktu itu membangun di Plaza Untung Suropati. Dasarnya kerjasama pemanfaatan aset milik daerah dengan waktu perjanjian 20 tahun. Kurang tahu kalau Pendopo pak,’ jelas Bekti. Perjanjian kerjasama berlaku mulai tahun 1991 hingga 1992 dan harus dikembalikan setelah 20 tahun, dan perhitungan Disperindag sekitar 2013 kembali menjadi aset tanah dan bangunan Pemda. Terkait penagihan di Plaza Untung Suropati, Bekti meminta bantuan juru pungut pasar terdekat yang bertanggung-jawab langsung ke Disperindag. ‘Ada tiga permasalahan, satu ada yang mau menerima dan membayar. Ada juga pengguna dulunya beli dari sebelumnya sehinga tidak mau membayar.yang ketiga, mereka memilik SHGB dan dijanjikan diperpanjang sehingga tidak membayar SKRD,’ kata Bekti.
Kalau blok Pendopo, Bekti menyebutkan ada informasi mereka membayar ke pak Rozak dan menolak membayar SKRD. Pada tahun 2022, Disperindag pernah mengumpulkan dua paguyuban pasar terkait SKRD. Ketika Hakim Ketua Darwanto mempertanyakan uang yang dikembalikan, JPU Dimas menyebut itu uang titipan. Terdakwa Abdul Rozak berpedoman dan dari pihak penjual atau pembeli mengetahui HGB sangat jarang bisa diperpanjang. ‘Mohon maaf pak, kami tidak tahu dan tidak pernah ditegur terkait penagihan,’ jelas terdakwa. “Berarti belum clear,” ujar Hakim Ketua Darwanto. Ketika ditanya JPU terkait sosialisasi, Bekti mengaku Disperindag sudah mengumpulkan semua pengguna disana untuk sosialisasi pada 2014.
“Tahu dari dokumen, ada sosialisasi. Mereka memberikan statemen dari ketua dan sekretaris, intinya mereka minta pengolahan SKRD dan perpanjang HGB. Terkait SHGB, kita tidak bisa memberikan perpanjangan. Terkait SKRD, mongggo sampaikan terkait keringanan dan mereka minta ketemu Bupati pada tahun 2022,’ jelas Bekti. Ada 26 pengelola yang mengajukan keringanan SKRD dan pihak paguyuban hingga saat tidak memiliki etika baik meneyelesaikan dan cenderung memperuncing masalah ini. Bekti menyebut paguyuban sebagai pengelola dan memungut biaya yang tidak ditentukan. Sedangkan saksi Yuli selaku bagian pencatatan aset di disperindag Kabupaten Pasuruan, menyebutkan bahwa blok Pendopo berada didalam Plaza Untung Suropati.
‘Dulu masuk di Dinas Keuangan, setelah merger baru masuk Disperindag tahun 2010. Dasarnya dari Dinas Keuangan, ada HPL, ada HGB,’ kata Yuli. Ketika ditanya JPU, Hesti sebagai pencatat aset mengaku tidak tahu PT Emosi memberikan HGB kepada Abdul Rozak. Yuli hanya meneruskan mengadministrasi ke dalam daftar inventaris barang dan menjadi aset milik daerah. Saksi Achsanul Rifa’I di Disperindag sebagai bidang ketertiban dan keamanan pada tahun 2014, mengatakan khusus di blok Pendopo Plaza Untung Suropati melakukan sosialisasi pada bulan Mei mengundang semua pedagang yang ada di pasar termasuk paguyuban.
‘Diharapkan untuk membayar retribusi sesuai SKRD. Waktu itu belum terbayarkan, kami juga mengundang Kepala UPT, Kepala Pasar dan Satpol PP. Dalam pertengahan sosialisasi dari pak Agung dari Satpol PP, dihentikan oleh salah satu pengguna yaitu pak Sofyan. Intinya gak mau ada sosialisasi dari Satpol PP,’ jelas Achsanul. Terkait kehadiran terdakwa Abdul Rozak, Achsanul membawa bukti photo dokumen bahwa pak Rozak hadir sebagai penasihat paguyuban. Saksi Gatot yang pernah menjabat Kepala UPT Pasar pada tahun 2014 dan diangkat menjadi Kabid Pasar pada 2019, mengatakan terkait perjanjian dengan PT Emosi Nasional dengan Pemkab Pasuruan pada tahun 2012 dan menyewa pihak ketiga untuk menentukan appraisal nilai kewajiban sewa pedagang yang ada. ‘Appraisal sudah dilakukan tahun 2013 tapi gak ada yang bayar. Semua pedagang menghendaki upaya perpanjangan HGB,’ kata Gatot.
Pada saat sosialisasi, Gatot menjelaskan bahwa pada saat menyiapkan SKRD seluruhnya tidak hanya di blok Pendopo dan semuanya menolak bayar. “Mereka minta supaya diwacanakan perpanjangan HGB. Kami sarankan permohonan kepada bapak Bupati. Kami kurang tahu permohonan sudah diajukan atau belum. Informasi dari bagian aset, tidak bisa perpanjangan,” ungkap Gatot. HPL Pemkab Pasuruan di Plaza Untung Suropati sekitar 15 ribu persegi, sesuai PP tahun 1977 HPL dialihkan menjadi HGB dan sebagian kepada PT Emosi Nasional dengan perjanjian 20 tahun. Dalam obyek perkara HGB no 472 atas nama PT Emosi nasional sudah berpindah kepada Abdul Rozak. Selain Abdul Rozak, juga muncul nama Ahmad Hartono, Muhammad Thalib, dan Imam Faizal Thalib. Ketika Majelis Hakim bertanya siapa yang membangun Plaza untung Suropati, saksi menjawab PT Emosi.
Saksi Dian dari bagian aset BPKAD menjelaskan bahwa, antara pemerintah dengan PT Emosi menggunakan mekanisme dari PT yang membangun dan setelah berakhir diserahkan ke pemda. Selanjutnya, apabila akan digunakan pihak ketiga menggunakan mekanisme sewa. Terkait fakta bahwa terdakwa membangun 26 ruko atau kios, saksi mengaku belum menemukan didalam dokumen yang ada. Terakhir, Pj Sekda pernah menemui pedagang Plaza Untung Suropati bukan dari paguyuban. Perkara ini juga menarik perhatian BPK karena piutang setiap tahun semakin besar. BPK juga membantu Disperindag ke Plaza Untung Suropati untuk mengkoreksi, memvalidasi, membantu penagihan dan penataan aset.
Di tahun 2023, Disperindag sudah tidak menerbitkan SKRD yang bodong karena tutup tidak dimanfaatkan dan ada proses untuk mengurai. Majelis Hakim juga menanyakan apakah ditemukan ada kerugian negara. Hesti menjawab, khusus untuk Pendopo belum ada tapi untuk kerugian negara disebabkan khususnya Pendopo bisa dijelaskan secara riil. “Apakah tertulis disitu nominal,’ tanya Hilmy PH terdakwa. Hesti menjawab, khusus Pendopo tidak ada. Saksi Dian menambahkan, di tahun 2023 ada penurunan penetapan SKRD dan tidak mengeluarkan tagihan yang tidak berpenghuni dan tidak beridentitas. Terkait jumlah SHGB, Dian mengaku tidak mengetahui berdasarkan server dan data yang ada. ‘Kami mencatatkan asetnya berupa bangunan,” jawab Dian. ‘Berarti bapak menyimpulkan dari kasat mata, berarti tidak satu SHGB di satu bangunan. Dan jumlah yang tercatat di pemda, itu jumlah kiosnya. Seperti milik terdakwa, itu SHGb nomor berapa?,’ tanya Hilmy. “Mohon maaf, kami tidak mempunyai data tentang SHGB. Dari perjanjian disebutkan berakhir setelah 20 tahun. otomatis aset bangunan menjadi aset pemerintah daerah,” tambah Dian.
Pihak BPKAD menjelaskan dilapangan pihak pengembang menyampaikan ke pembeli, kami tidak tahu. Ketika PH Soehartono menanyakan, apakah pihak pemkab tidak memanggil pihak pembeli untuk mengetahui isi perjanjian dengan pengembang PT Emosi. “Mohon maaf pak. kalau dari kami tidak menemukan dokumen yang menyatakan hal itu,’ jawab Dian. Hakim Ketua Darwanto mengatakan bahwa membangun seperti itu modalnya kan besar. ‘Secara perdata lebih baik bicara baik-baik. Sebelum ada perpanjangan dari pemda terkait HGB,” tambah Darwanto. Terkait munculnya kerugian negara sejumlah Rp 400 juta, Dian mengaku kurang tahu. Menanggapi keterangan para saksi, Terdakwa Abdul Rozak mengaku tidak pernah ada penagihan. ‘Saya tidak pernah ditagih. Diberitahu ini habis, ini milik pemerintah, harus bayar. tidak pernah,’ kata Abdul Rozak kepada Majelis Hakim. Terkait tanggapan terdakwa, saksi Bekti mengakui secara personal menagih ke beliau tidak pernah. ‘Hasil informasi dilapangan dari pengelola,’ jawab Bekti. Pasca persidangan, Hilmy mengatakan bahwa dalam perkara ini tidak ada kerugian negara dan klien kami membeli dari PT Emosi. (newsroom)